Jejak Peninggalan Kolonialisme di Kota Rangkasbitung,
Lebak-Banten
Nama : Siti Sri Suhartini
Nim : 4322313030009
STASIUN KERETA API RANGKASBITUNG
Rangkasbitung adalah sebuah Kecamatan di Kabupaten Lebak, Provinsi Banten,
Indonesia. Kota Rangkasbitung merupakan ibu kota dari Kabupaten Lebak, yang
kantor Kecamatannya terletak di Jalan Sunan Kalijaga.
Pada kesempatan kali ini saya akan mencoba untuk mengulas sejarah jejak
peninggalan masa kolonialisme di kota Rangkasbitung dengan lokasi Stasiun
Kereta Api Rangkasbitung. Bangunan Stasiun Kereta Api Rangkasbitung ini
terletak di Jalan Stasiun Rangkasbitung No.1, Kelurahan Muara Ciujung Timur,
Kecamatan Rangkasbitung, Lebak-Banten yang dapat ditempuh dengan jarak sekitar
1 km dari Pusat Pemerintahan Kabupaten Lebak.
Dari cerita sejarah Kabupaten Lebak saya mendapat informasi bahwa
Rangkasbitung sudah sejak 1851 menjadi pusat kota Lebak. Bisa dilihat dari
gambar di samping mengenai ibukota Kabupaten Lebak yang pertama adalah di Lebak
Parahyangan. Pemindahan ibukota Lebak Parahyangan ke Warunggunung terjadi
sekitar tahun 1843. Pada tanggal 31 Maret 1851 terjadi perubahan secara resmi
berdasarkan pemerintah Kolonial melalui Surat Keputusan Gubernur Jenderal
Hindia Belanda, nomor 15 tanggal 17 Januari 1849, menetapkan pememindahan
ibukota Kabupaten Lebak yang sebelumnya berada di Warunggunung ke
Rangkasbitung.
Stasiun ini berdasarkan catatan dioperasikan pada 1 Juli 1900, sekaligus
satu-satunya stasiun besar di Provinsi Banten. Pembangunan stasiun ini
ditujukan untuk menunjang sarana transportasi Kota Rangkasbitung sebagai kota
industri di Banten pada masa Kolonial, karena pada masa jayanya stasiun ini
merupakan urat nadi perekonomian masyarakat Banten, Rangkasbitung yang ketika
itu merupakan kota industri pertanian yang sangat bergantung pada kelancaran arus
perputaran transportasi untuk membawa hasil perkebunan dan pertanian ke
Jakarta, dan itu bisa diatasi dengan keberadaan Stasiun Rangkasbitung. Sampai
sekarang stasiun ini masih digunakan sebagai sarana transportasi untuk
menunjang transportasi darat antara kota Rangkasbitung dengan Jakarta.
Disamping stasiun ini masih difungsikan, kini stasiun Kereta Api
Rangkasbitung sudah resmi menjadi salah satu Benda Cagar Budaya, berdasarkan
undang-undang No. 5 Tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya, oleh Dinas Kebudayaan
dan Pariwisata Provinsi Banten.
Langkah demi langkah kaki ini terus menyusuri jalan pinggir rel menuju
jalan raya. Terlihat jelas wilayah di dekat stasiun Kereta Api Rangkasbitung
merupakan pusat perekonomian di kota ini. Pasar, ruko, pertokoan dan sebuah
pusat perbelanjaan bisa di temui.
Penggunaan kereta api menjadi sebuah sejarah yang sangat membanggakan
ketika Presiden pertama Indonesia Ir. Soekarno berkunjung ke Rangkasbitung pada
awal tahun 1957. Beliau melakukan perjalanan ke Rangkasbitung, Ibu kota
Kabupaten Lebak sekarang, dilakukan menggunakan Kereta Api UAP, menempuh jarak
83 km melewati jalur Serpong dan Parung Panjang. Ini merupakan sejarah sangat
membanggakan bagi kita warga Rangkasbitung bisa di singgahi oleh Presiden
pertama Republik Indonesia.
Selain itu di Stasiun Kereta Api Rangkasbitung ada icon yang tak kalah
menarik perhatian masyarakat yang hendak menggunakan jasa transportasi Kereta
Api ini, yaitu menara air yang terletak di dekat Kantor Resort Jalan Rel 1.20
Catang. dan kini menara tersebut masih di fungsikan.
Sejarah juga menceritakan bahwa pada masa penjajahan Jepang, dibangun jalur
Kereta Api Saketi-Bayah, yang dikenal bangunannya dikerjakan dengan kerja paksa
Rhomusha, karena Jepang saat itu sangat membutuhkan batubara sebagai sumber
energi, dan ujung perjalanan Kereta Api Saketi-Bayah itu adalah Stasiun
Rangkasbitung, sebelum akhirnya sampai di Jakarta. Akan tetapi sayangnya jalur
yang sangat bersejarah itu kini sudah tidak berfungsi lagi.
Dan menurut berita pada tanggal 11 Oktober 2010, pada hari senin pagi jam
01.40 Wib hingga pukul 03.30 Wib, stasiun ini pernah mengalami kebakaran yang
cukup tragis hingga sebanyak tujuh gerbong terbakar.